Friday, February 17, 2017

Al-Muta’ali

Asma ul-Husna ke-78

Al-Muta’ali ertinya Allah Maha Suci dan Maha Tinggi sebagaimana firmanNya bermaksud:

Yang mengetahui hal-hal yang tersembunyi dan yang nyata, Yang Maha Besar dan Maha Tinggi.
(Ar-Ra’du:9)

Maha Suci dan Maha Tinggi

Akar kata al-Muta’ali adalah ’uluww, ketinggian dan keagungan. Kata kerjanya juga bererti ia yang berasa bangga, atau bahkan sombong, berkenaan dengan orang lain dan penggunaan ini bagi manusia. Kita telah membahas sifat al-’Ali, yang juga diturunkan dari akar kata yang sama.

Al-Muta’ali adalah Maha Mulia dalam kebesaran dan keagunganNya, suatu keagungan yang tak seorang pun yang mampu mencapainya selain Dia sendiri.KeagunganNya jauh dari apa yang dapat kita bayangkan atau dipahami oleh makhlukNya, jauh pula dari penggambaran, pengukuran, perhitungan atau pendefinisian yang dibuat oleh makhlukNya.

Al-Muta’ali adalah Maha Lembut dan di atas segala sesuatu kerana kekuasaan atau kesempurnaanNya. Dia. Maha Suci, Maha Tinggi lantaran kebesaranNya yang jugabererti Dia amat jauh dari kekurangan ataupun cacat; jauh pula dari imaginasi seseorang. Dia amat sangat tinggi di atas semua makhlukNya. Dia tidak memerlukan sesuatu pun dari apa yang diciptakanNya. Dia menciptakan semuanya dari kemurahanNya. Sifat PenyayangNya ssungguhnya memanisfestasikan dirinya sendiri secara agung pada semua yang telah Dia ciptakan. Dia tidak memerlukan ibadah orang-orang yang menyembahNya. Dia menjadikan kebaikanNya tersedia bagi semua orang yang berjuang keras untuk mencapainya.

Al-Muta’ali jauh dari kebatilan si bongkak. DarjatNya adalah MahaTinggi. Dia mempunyai kekuasaan atas semuanya. Dia Maha Sombong dan Maha Besar. KesucianNya terlalu tinggi untuk dipahami atau dibayangi oleh makhlukNya.

Membersihkan diri dari sifat tinggi hati.

Merujuk kepada perkara ini, maka sifat manusia yang ketujuhpuluh lapan dengan bercermin pada Asma ul-Husna ialah membersihkan diri daripada sifat tinggi hati, sombong dan bongkak.

Siapapun yang terus mengingat sifat al-Muta’ali semestinya menunjukkan perangainya sesuai dengan sifat tersebut melalui tekadnya tidak menyembah sesuatu  pun selain Allah. Siapapun yang menghiasi perilakunya seperti itu, nescaya akan ingat mereka yang tertindas dan lemah dan berusaha sebaik-baiknya menolong mereka, sehingga keadaan mereka akan berkembang ke arah kemajuan. Menurut sebuah hadis: Orang tertindas sesungguhnya adalah seorang hamba Allah yang mengkhyalkan dirinya sendiri dan menjadi bongkak, sehingga melupakan Zat Yang Maha Tinggi, al-Muta’ali.

Wallahu ’alam

Adil Akhyar
Kehebatan berzikir dengan Asma ul-Husna
Pustaka Azhar, 2010

No comments:

Post a Comment