Penulis akan cuba membahas apa kandungan daripada ruangan yang terbatas
itu. Di kalangan kenalan penulis, sahabat penulis, saudara mara penulis sering
terjumpa mereka yang selalu berkata: “Aku amat sibuk?” Merasa sibuk dengan
berbagai jenis kegiatan dan urusan. Sibuk yang tak habis-habis. Hari ini sibuk,
besok sibut, tolat sibuk, minggu berikutnya pun sibuk.
Pada dasarnya setiap orang, ya kita yang bergelar manusia. Tak kisah raja
atau rakyat biasa mempunyai kesibukan masing-masing. Tetapi tetap saja Allah
memberikan jumlah yang sama kepada setiap orang, yakni diberi waktu 24 jam
sehari.
Nah, yang penulis hendak tekankan di sini adalah jangan sampai kesibukan
ini membuat kita lupa untuk merencanakan perkara-perkara yang jauh lebih
penting dari kehidupan kita. Lalu penulis teringat kepada ungkapan: “Jangan
berkerja dikendalikan oleh waktu, tapi waktu itu yang harus kita kendalikan.”
(Don’t work for the time but the time work for you). Bahkan dalam tamadun awal
Islam, Ali bin Abi Thalib pernah mengatakan bahawa waktu itu seperti pedang.
Maknanya jika kita tidak boleh menggunakannya, maka pedang itu boleh membunuh
diri kita. Namun jika menggunakan masa atau waktu itu dengan baik, maka waktu
itu amat berfaedah buat kita.
Jika awal-awal lagi kita merasa terlalu sibuk sehingga tidak mempunyai masa
untuk hal-hal yang lebih bermakna dalam kehidupan ini sesungguhnya kita sudah
menyekat rasa yakin diri kita sendiri. Faham-faham sajalah! Kemudian ada orang
berkata: “Saya tidak pandai.”
Pernahkah kita merasa ketika ingin mendapat satu keberhasilan ada satu
hambatan atau ada satu keyakinan yang boleh melemahkan diri kita? Mungkin ada
keraguan dalam diri kita. Pandai kalau diterjemahkan dalam dunia pendidikan
sering kali diertikan tahap pertama atau mungkin indeks prestasi di atas 2, di
atas rata-rata. Tentu saja yang penulis maksud dengan cerdas di sini bukan
semata-mata kecerdasan akademik, kerana kita tahu Allah menciptakan kita ada
dua otak, belahan kiri dan belahan kanan. Otak kiri dan otak kanan, ada IQ
(Intellectual Quotient), ada EQ (Emotional Quotient).
Delapan puluh peratus kecerdasan orang bukan ditentukan oleh kecerdasan
akademik, tetapi kecerdasan emosi kita. Jadi ketika kita berkata, “Saya tidak
pandai,” itu patut kita pertanyakan semula, benarkah kita tidak pandai? Benar
atau tidak!
Wallahu a’lam.
Haji Mohd. Salleh Abdul
Latif
Cetusan Minda Bilangan 108
Pelita Brunei
27 May 2014
No comments:
Post a Comment