Pengajian ke-15
Dikatakan bahawa seharusnya yang berjalan memberi salam pada yang duduk,
yang kecil pada yang besar, yang berkenderaan pada yang berjalan kaki,
penunggang kuda pada penunggang hemar(keldai) dan yang mendatangi engkau dari
belakang harus memberi salam dan dibalasnya dengan suara yang dapat didengar.
Seorang yang masuk rumahnya juga memberi salam pada keluarganya dan jika
memasuki rumah yang kosong, maka salamnya harus berbunyi: Assalamu-alaina
Wa’ala Ibadillahis Salihin, karena malaikat akan membalas
salamnya dan dengan demikian diperoleh barakah lebih banyak dan lebih sempurna.
Para ulama berselisih tentang hukum pemberian salam pada anak-anak:
Sebahagian menyatakan : Harus dan sebahagian : Tidak, sebahagian yang terbanyak
mengatakan: pemberian salam lebih afdhol dari tidak.
Dikatakan bahawa memulai dengan salam adalah perbuatan sunnah(kifayah), ertinya kalau berkelompok cukup dilakukan oleh salah seorang dari mereka tetapi
lebih afdhol dilakukan secara serentak oleh kelompok itu semuanya. Balasan
salam harus dilakukan seketika(spontan) dan tidak boleh ditunda kerana
penundaan itu bisa timbul rasa terhina dipihak yang memberi sala, hal mana
mengakibatkan dosa bagi yang menunda.
Jika ada kiriman salam dari tempat jauh lewat pesuruh atau lewat surat,
wajib pula dijawab secepatnya. Dan tidak diharuskan memberi salam pada orang
kafir, ahli bid’ah dan pemain judi. Para ulama berselisih tentang hukum memberi
salam atau membalas salam pada orang-orang kafir. Ada yang berpandangan
pemberian salam adalah haram, tetapi membalas salam mereka wajib.
Pemberian salam pada orang yang sedang membaca Quran dengan suara adalah
makruh. Akan tetapi sipembaca, bila mendengar salam sepatutnya membalas, agar
supaya memperolehi pahala pembacaan Quran dan pahala menjawab salam. Pemberian
salam kepada orang-orang yang sedang belajar atau sedang mendengar penyiaran
ilmu tidak dibolehkan, bahkan berdosa. Demikan pula pada waktu azan dan iqamah.
Orang yang lagi melakukan hajat besar yang mendengar salam, menurut Abu
Hanifah, ia dapat membalasnya dengan hati tetapi tidak dengan lidahnya.
Pemberian salam kepada pengemis, kepada hakim di waktu sidang, kepada guru
di waktu mengajar adalah makruh hukumnya. Dan jika mereka diberi salam tidaklah
wajib mereka membalasnya. Juga makruh hukumnya memberi salam kepada pemain
catur, pemain kart, ahli bid’ah, orang athiest, sendiq, pelawak, pembawa kisah
bohong, tukang maki-maki orang, orang-orang yang kerjanya duduk di persimpangan
jalan sekadar untuk melihat perempuan-perempuan cantik, orang yang lagi
telanjang di kamar mandi atau di tempat lain, orang yang terkenal pembohong,
pedagang di pasar, orang yang makan di depan orang banyak, penyanyi dan orang
kafir.
Menurut Imran Ibnul Hushain ra bahwa ada seorang datang pada rasulullah saw
memberi salam: Assalamu-alaikum dan dibalasnya
oleh rasulullah dengan mengatakan engkau mendapat sepuluh ganjaran, kemudian
datang lagi seorang yang memberi salam: Assalamu-alaikum
Warahmatullahi Wabarakatuh yang dibalas oleh rasullah dengan
mengatakan: Engkau mendapat tigapuluh
ganjaran, kemudian datang lagi seorang lain yang memberi salam: Assalamu-alaikum Warahmatullahi Wabarakatu Wamaghfiratuh yang
dijawab oleh rasulullah dengan mengatakan: Engkau memperoleh empatpuluh
ganjaran ( Misykatul Mashabih)
Wallahu ’alam
H.Salim Bahreisy
Bekal Juru Da’wah Jilid 1
Surabaya, 1977
No comments:
Post a Comment