Asma ul-Husna ke-78
Yang mengetahui hal-hal yang
tersembunyi dan yang nyata, Yang Maha Besar dan Maha Tinggi.
(Ar-Ra’du:9)
Maha Suci dan Maha
Tinggi
Akar kata al-Muta’ali adalah ’uluww, ketinggian dan keagungan. Kata
kerjanya juga bererti ia yang berasa bangga, atau bahkan sombong, berkenaan
dengan orang lain dan penggunaan ini bagi manusia. Kita telah membahas sifat
al-’Ali, yang juga diturunkan dari akar kata yang sama.
Al-Muta’ali adalah Maha Mulia dalam kebesaran dan keagunganNya, suatu
keagungan yang tak seorang pun yang mampu mencapainya selain Dia sendiri.KeagunganNya
jauh dari apa yang dapat kita bayangkan atau dipahami oleh makhlukNya, jauh
pula dari penggambaran, pengukuran, perhitungan atau pendefinisian yang dibuat
oleh makhlukNya.
Al-Muta’ali adalah Maha Lembut dan di atas segala sesuatu kerana kekuasaan
atau kesempurnaanNya. Dia. Maha Suci, Maha Tinggi lantaran kebesaranNya yang
jugabererti Dia amat jauh dari kekurangan ataupun cacat; jauh pula dari imaginasi
seseorang. Dia amat sangat tinggi di atas semua makhlukNya. Dia tidak
memerlukan sesuatu pun dari apa yang diciptakanNya. Dia menciptakan semuanya dari
kemurahanNya. Sifat PenyayangNya ssungguhnya memanisfestasikan dirinya sendiri
secara agung pada semua yang telah Dia ciptakan. Dia tidak memerlukan ibadah
orang-orang yang menyembahNya. Dia menjadikan kebaikanNya tersedia bagi semua
orang yang berjuang keras untuk mencapainya.
Al-Muta’ali jauh dari kebatilan si bongkak. DarjatNya adalah MahaTinggi.
Dia mempunyai kekuasaan atas semuanya. Dia Maha Sombong dan Maha Besar.
KesucianNya terlalu tinggi untuk dipahami atau dibayangi oleh makhlukNya.
Membersihkan diri
dari sifat tinggi hati.
Merujuk kepada perkara ini, maka sifat manusia yang ketujuhpuluh lapan
dengan bercermin pada Asma ul-Husna ialah membersihkan diri daripada sifat
tinggi hati, sombong dan bongkak.
Siapapun yang terus mengingat sifat al-Muta’ali semestinya menunjukkan
perangainya sesuai dengan sifat tersebut melalui tekadnya tidak menyembah
sesuatu pun selain Allah. Siapapun yang
menghiasi perilakunya seperti itu, nescaya akan ingat mereka yang tertindas dan
lemah dan berusaha sebaik-baiknya menolong mereka, sehingga keadaan mereka akan
berkembang ke arah kemajuan. Menurut sebuah hadis: Orang tertindas sesungguhnya adalah seorang hamba Allah yang
mengkhyalkan dirinya sendiri dan menjadi bongkak, sehingga melupakan Zat Yang
Maha Tinggi, al-Muta’ali.
Wallahu ’alam
Adil Akhyar
Kehebatan berzikir dengan
Asma ul-Husna
Pustaka Azhar, 2010
No comments:
Post a Comment