Wednesday, October 22, 2014

Khutbah Wukuf 1435H (1)

Meraih kemabruran menuju kehidupan berkemajuan

Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Para hamba dan tetamu Allah, jamaah haji yang dirahmati,

Tiada yang patut hati dan lisan kita ungkapkan saat ini kecuali kalimat syukur ke hadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Pengasih Maha Penyayang; bahwa atas rahmat, hidayah dan inayah-Nyalah kita dapat memenuhi panggilan-Nya, menunaikan perintah-Nya, dan kini kita bersimpuh sambil bermunajat ke hadirat-Nya  saat wukuf di Padang Arafah, salah satu dari  azminatul wa imkanatul ijabah  atau waktu dan tempat doa langsung dikabulkan. Adalah suatu takdir yang baik bahwa wukuf yang kita lakukan saat ini berlangsung pada hari Jum'at yang dikenal sebagai  sayyidul ayyam  atau semulia-mulianya hari, dan ini mengulangi wukuf yang dialami Rasulullah SAW bersama sekitar 114 ribu umat Islam pada saat berhaji sekali seumur hidup yang disebut al- Hajjul Akbar, Haji Besar, aitu ibadah haji itu sendiri.

Bagi banyak dari umat Islam di Indonesia, untuk sampai ke Tanah Suci ini adalah perjuangan berat, panjang, dan penuh kesabaran. Dari hasil mengais rezeki, menabung rupiah demi rupiah, bahkan menjual harta yang yang mereka miliki, namun dengan niat dan tekad kuat mereka menanti takdir untuk dapat pergi. Dan akhirnya Allah menakdirkan mereka berada di Tanah Suci ini: memenuhi panggilan-Nya, mengunjungi rumah-Nya, menziarahi ranah perjuangan rasulNya. 

Aku memenuhi panggilan-Mu, ya Allah, kini aku memenuhi panggilan-Mu,
Aku memenuhi panggilan-Mu, tiada sekutu bagi-Mu, aku memenuhi panggilan-Mu,
Sesungguhnya segala pujian, kenikmatan, dan kekuasaan adalah milik-Mu, tiada sekutu bagi-Mu.

Para hamba dan tetamu Allah, jamaah haji yang dirahmati,

Menunaikan ibadah haji adalah memenuhi panggilan Ilahi. Hanya orang yang memiliki keimanan mendalam dan keinginan kuat yang akan mahu menyambut panggilan Ilahi itu. Walaupun jauh dan berat, tidak mudah dan tidak murah, namun jutaan kaum beriman ikhlas dan antusias ingin menunaikan ibadah haji di Tanah Suci, bahkan dengan harus menunggu belasan tahun untuk mendapat giliran pergi. Ini adalah pertanda keimanan hakiki dan keislaman sejati. Keimanan dan keislaman demikian akan mendorong seorang hamba untuk menjalankan perintah dan menjauhi larangan Sang Pencipta dengan sikap  sami'na wa atho'na, "aku mendengar perintahMu dan aku taat melaksanakannya". Inilah sikap beragama paripurna yang perlu menjadi acuan hidupkaum beriman, di mana saja mereka berada, baik di Tanah Suci maupun di dalam negeri.

Orientasi beragama  sami'na wa atho'na  perlu menjadi budaya umat Islam Indonesia. Jika sami'na wa atho'na menjadi budaya beragama, maka umat Islam di Indonesia akan menjadi umat yang berbondong-bondong memenuhi masjid dan mushalla pada setiap panggilan adzan sehingga masjid dan mushalla akan makmur dan bersyiar. Indonesia tidak hanya akan menjadi negeri ribuan masjid, tapi juga negeri jutaan jamaah. Masjid-masjid di Indonesia, dengan demikian, akan berfungsi sebagai pusat peribadatan dan pusat kegiatan muamalat umat. Maka banyak permasalahan umat Islam dalam berbagai bidang kebudayaan seperti sosial, pendidikan, ekonomi, bahkan politik akan dapat dibicarakan dan kemudian diatasi. 

Jika  sami'na wa atho'na menjadi budaya, maka umat Islam akan menjadi umat yang berlomba-lomba mengeluarkan zakat, infak dan sedekah, sehingga triliunan rupiah akan dapat terkumpulkan. Sebagai hasilnya, jutaan fakir miskin dan kaum dhuafa dapat tersantuni dan terberdayakan, ribuan sekolah, madrasah, dan universitas akan dapat terbangunkan, ratusan bahkan ribuan lembaga keuangan kecil dan besar dapat didirikan, maka fenomena kemiskinan, kebodohan, keterbelakangan akan hilang dari kehidupan umat Islam di Indonesia, negeri dengan penduduk Muslim terbesar di dunia.

Jika  sami'na wa'atho'na  menjadi budaya, maka perintah Allah SWT kepada kaum beriman untuk menjadi ummatan wasathan atau "umat tengahan" dan khaira ummah atau "umat terbaik" akan ditaati dan amalkan. Sebagai akibatnya, umat Islam di Indonesia akan menjadi umat yang hidup dalam kerukunan, kekompakan dan kebersamaan dengan penuh kasih sayang bersama saudara-saudara seiman, dan bersedia untuk hidup berdampingan secara damai dengan saudara-saudara sebangsa dan setanah air walaupun berbeda suku dan agama. Menjadi khaira ummah atau umat terbaik berarti  kaum beriman akan cenderung ber-fastabiqul khairat, meningkatkan kualitas diri, baik pribadi maupun organisasi, kemudian berlomba-lomba merebut prestasi dan keunggulan. Maka, umat Islam di  Indonesia akan menjadi umat yang tidak hanya besar dalam jumlah dan bilangan, tapi juga besar dalam mutu dan kualitas.

Itulah buah dari ketaatan dan kepatuhan kepada Allah SWT dan RasulNya. Itulah pembelajaran utama dari ibadah haji. Talbiyah yang kita kumandangkan di Tanah Suci sesungguhnya adalah latihan agar kita mau dan mampu untuk melantunkan talbiyah dalam perbuatan nyata sepulang ke tanah air nanti, sebagai bentuk dari kemabruran haji kita.

No comments:

Post a Comment