Semalam telah terkisah
sebuah naratif duka
tentang bahasa jiwa
yang terpancung lehernya
ketika berkata tentang cinta
melimpah di atas pentas hukuman
dan di situ ada suara sorak kecelaruan
menjadi gentayangan yang halus
mengisi alur fikir yang rengus
seorang Melayu yang keliru
memahami bahasa rasanya
Dalam sentap nafas setia
yang semakin nazak harap
ada bisik walang mengitari ruang
pada waktu yang kekelaman
dengan topeng-topeng darjat
membisu penuh ketakutan
Lalu, membaca naratif ini
seakan menyimpul tanda
sebuah tragedy ngeri
bertandang penuh kesumat
hingga menjadi prinsip
warga yang tidak lagi malu
kehilangan jati diri
Akhirnya naratif bahasa ini
terkubur di tangan Melayu sendiri.
Ja’afar Hamdan
Kuala Lumpur
BH,13 Disember 2015
No comments:
Post a Comment