Sekadar untuk memenuhi kebutuhan hidup
sehari-harian, Rahmah terpaksa bekerja dengan upah beberapa potong roti.
Keadaan mana tidak dapat berlangsung
lama, kerana setelah diketahui oleh majikannya Rahmah diberhentikan dengan
alasan khuatir kejangkitan penyakit Aiyub. Kemudian sambil bermunajat kepada
Allah : Ya Tuhan! Bumi telah menjadi sempit bagi kami
dan orang-orang telah mengusir kami dari tempat di mana kami berada, berikanlah
rahmatMu ya Tuhan dan janganlah Engkau mengusir kami dari rumahMu di hari
Qiamat.
Pergilah
Rahmah ke tempat pedagang roti memohon dihutangi roti bagi suaminya yang
kelaparan. Si pedagang roti enggan menghutangi Rahmah, tetapi ia minta rotinya
ditukar dengan seikal rambutnya yang menyapu tanah dari panjangnya. Dengan
disepakatnya cara barter itu, kembalilah Rahmah ke tempat suaminya membawa
empat potong roti yang baru dan masih hangat itu serta melihat isterinya yang
terpotong rambutnya – ia ia sangat cinta – timbullah rasa curiga dan cemburu
dalam hati Aiyub, bahwa isterinya kiranya telah menjual diri untuk memperoleh
beberapa roti itu. Ia sumpah dalam hatinya, kelak jika ia telah sembuh dari
penyakit akan mengganjar isterinya dengan seratus kali cambuk. Sumpah mana
kemudian dilaksanakan sesuai dengan perintah Allah sebagaimana diceritakan
dalam ayat yang bermaksud: Dan ambillah
dengan tanganmu seikat lidi, maka pukullah dengan itu dan janganlah kamu
melanggar sumpah.
Tetkala Rahmah menceritakan kisah diperolehnya
roti itu kepada Aiyub, menangislah ia dan berdoa: Ya Tuhanku, telah habislah daya upayaku sampai-sampai isteri nabiMu
menjual rambutnya untuk memberi nafkah kepadaku. Janganlah berkecil hati,
kata Rahmah kepada suaminya. Rambutku
akan tumbuh lagi lebih elok daripada yang sudah. Cuba engkau berdoa memohon
agar Allah menyembuhkan penyakitmu. Aiyub menjawab: Kita telah mengalami dan merasakan kenikmatan hidup mewah selama
delapan puluh tahun, sedangkan masa kesengsaraan kita masih belum sepanjang
itu, aku malu dan segan berdoa memohon kepada Allah, seakan-akan kita
kehilangan kesabaran.
Namun akhirnya, berserulah nabi Aiyub kepada Allah
memohon pertolonganNya. Sebagaimana yang diceritakan dalam ayat yang bermaksud
: Dan (ingatlah kisah) Aiyub ketika
menyeru Tuhannya: Ya Tuhanku, sesungguhnya aku telah ditimpa penyakit, dan
Engkau adalah Yuhan Yang Maha Penyayang di anta semua penyayang. Kami pun
memperkenankan seruannya, lalu Kami lenyapkan penyakit dan Kami kembalikan
keluarganya kepadanya dan Kami lipat gandakan bilangan mereka sebagai suatu
rahmat dari sisi Kami dan untuk menjadi peringatan bagi semua yang menyembah
Allah.
Wallahu ’alam
H.Salim Bahreisy
Bekal Juru Da’wah Jilid 2
Surabaya, 1977
No comments:
Post a Comment